Baitu Mal Barokah Diharapkan Berkontribusi Untuk Masjid dan Ummat
Senin, 18 Mei 2020
Label:
Baitul Mal,
Berita
1. Kartu Kesehatan yaitu program berobat gratis di Bidan Sarni Manang bagi pemegang kartu kesehatan Baitul Mal Barokah
2. Santunan pendidikan bagi keluarga kurang mampu.
3. Penggalangan Donasi dari Kotak infaq di beberapa warung atau toko sekitar masjid.
4. Penerbitan Buletin BM Barokah.
5. Pengelolaan Media Sosial sebagai sarana publikasi kegiatan Baitul Mal Barokah.
Dalam sambutannya, Ketua Takmir Masjid Barokah, yang juga pembina Baitul Mal Barokah, H. Ihsanudin menyampaikan harapannya agar ke depan Baitul Mal Barokah memberikan kontribusi bagi kegiatan masjid dan untuk ummat. Setelah selama ini berjalannya Baitul Mal Barokah disubsidi dari kas masjid. "Ke depan Baitul Mal Barokah harus mandiri dan tidak lagi disubsidi oleh masjid tetapi sebaliknya Baitul Mal Barokah yang memberikan subsidi ke masjid, apalagi sekarang pengurusnya anak-anak muda" harapnya.
MAU DONASI UNTUK PEMBANGUNAN RENOVASI MASJID BAROKAH PLUMBON?
Rabu, 11 Mei 2016
renovasi Masjid Barokah yang saat ini telah berjalan |
Saat ini Masjid Barokah Plumbon sedang memulai kegiatan renovasi masjid untuk menampung jama'ah yang terus bertambah, alhamdulillah. Akan tetapi panitia menemui kendala dalam proses pembangunan saat ini yang sedang berjalan yaitu minimnya dana kas masjid yang semakin menipis.
MAU DONASI UNTUK PEMBANGUNAN RENOVASI MASJID BAROKAH PLUMBON?
SALURKAN INFAQ, SHODAQOH TERBAIK MUSLIMIN
MUSLIMAT SEKALIAN MELALUI:
1. Menyerahkan
langsung infaq, shodaqoh langsung ke Panitia pembangunan Masjid Barokah di
kampung Plumbon RT 3 RW 2 Siwal Baki, Sukoharjo. Kontak Bp. Supriono di No. HP
088216629078
2. Melalui
transfer ke rekening Bank Syariah Mandiri No. Rek 7096356905. Konfirmasi
Transfer SMS/WA ke Bp. Ihsanuddin di No. HP 08122631664
Semoga Allah mencatat infaq, shodaqoh yang
kita berikan sebagai amal jariyah. Amiin
Foto2 kegiatan renovasi Masjid yang telah berjalan saat ini:
serambi sisi kanan masjid Barokah |
Atap masjid Barokah dilihat dari jalan |
Ruang utama Masjid Barokah |
Serambi sisi kiri saat ini. |
Mari Semangat Sedekah Untuk Masjidku Sayang
Desain rencana pembangunan Masjid Barokah |
Di kampung Plumbon, RT 3 RW 2
Desa Siwal, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo inilah berdiri Masjid yang
cukup tua usianya. Mungkin lebih tua dari usia sebagian besar pembaca buletin
Baitul Mal ini. Masjid Barokah begitu kami menyebutnya. Dari namanya dapat
dipahami makna dan artinya yang cukup mudah dimengerti. Sebagai seuntai doa,
Masjid sebagai tempat sujud kepada Allah yang berlimpah keberkahan (Barokah) -
InsyaAllah- bagi jama’ahnya, bagi
penghuninya yang senantiasa bertasbih, memuji Asma Allah baik di kala pagi
maupun petang. Maka tak heran apabila dalam keseharian, Masjid yang kita cintai selalu ramai oleh jama’ah yang
menunaikan ibadah Sholat, serta mengaji, dalam setiap sela ibadah itu tentu
saja mengalir kalimat dzikir mengagungkan AsmaNya. Kewajiban yang semestinya
dilakukan oleh setiap muslim ini sebagaimana perintah dalam firman Allah SWT:
“Bertasbih
kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang”
(QS. An Nur: 37)
Serangkaian
kegiatan mengkaji ilmu agama pun dilaksanakan di masjid Barokah yang kita
sayangi. Setidaknya setiap waktu ada kegiatan yang diikuti mulai anak-anak
sampai kakek nenek yang rutin mengikuti serangkaian pengajian pengiring
aktivitas ibadah utama sholat fardhu di masjid. Anak-anak mengaji dan bermain
minimal tiga kali dalam sepekan setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Kemudian
setiap pekan sekali ada kajian bapak-bapak mengkaji Ilmu Hadits setiap malam
Senin bersama Ustadz Irfan Supandi, M.Ag, setiap malam jum’at Bapak-bapak mengaji Tarjamah Lafdziyah
Al Qur’an bersama Ustadz Heru Mustaqim, S.Pdi. Kemudian kajian Umum Aqidah Ahlu
sunnah wal jama’ah bersma Ustadz Thoyyib Abdurrahim. Selain itu ada kajian
rutin Ibu-Ibu setiap Ahad pekan pertama yang dilaksanakan ba’da Asar dengan
pembicara yang bergantian. serta setiap Ahad pagi pekan kedua dilaksanakan
Kajian umum dengan ustadz yang berganti setiap pertemuannya.
Alhamdulillah,
penuh dan berjubel setidaknya begitulah pemandangan sehari-hari yang tampak
ketika aktivitas masjid dilaksanakan. Apalagi di saat ramadhan –yang insyaAllah
sebentar lagi akan datang kembali- atap tambahan di halaman masjid untuk
jama’ah ibu-ibu menghiasi selama sebulan lamanya, menandakan Masjidku sayang
tak lagi mampu menampung luapan kecintaan Jama’ah untuk ikut serta memakmurkan
masjid. Pemandangan yang membuat hati kita gembira sekaligus kadang sedih. Masjidku
sayang seakan semakin kecil dengan banyaknya jam,ah yang terus bertambah.
Maka, ketika
ada iktikad dan niat dari jama’ah untuk membangun masjid yang lebih besar, yang
lebih banyak menampung jama’ah,
membangun Masjid dua lantai di tanah yang tak terlalu luas itu
–insyaAllah- maka marilah kita bersemangat mewujudkannya dengan menyisihkan
sebagian harta yang kita punyai untuk mewujudkannya. Dengan begitu insyaAllah
akan menambahkan keberkahan dan kenikmatan yang berlipat bagi kita semua.
Sebagaimana firmanNya:
”Perumpamaan
(sedekah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. “ (QS Al
Baqarah: 261)
Marilah
semangat sedekah bagi diri kita dan mengajak saudara-saudara kita untuk turut
serta bersemangat sedekah membangun Masjid Barokah yang kita cintai. Wallahu musta’an
SYARAH HADITS ARBAIN KE-11 Meninggalkan Hal-hal yang Masih Samar Kehalalannya
Senin, 18 April 2016
Label:
Baitul Mal,
Buletin,
Hadits
Dari Abu Muhammad,
Al Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, cucu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
dan kesayangan beliau radhiallahu 'anhuma telah berkata: “Aku telah menghafal
(sabda) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Tinggalkanlah apa-apa yang
meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu“. (HR.
Tirmidzi dan dia berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih)
SYARAH /
PENJELASAN
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hasan putra Ali bin Abi Tholib radhiyallaahu
‘anhuma, cucu Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam. Beliau dinyatakan oleh
Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam:
Putraku (cucuku) ini adalah pemuka (sayyid), dan semoga Allah akan
mendamaikan dengan sebabnya 2 kelompok kaum muslimin (H.R al-Bukhari)
Terbukti, sikap beliau yang mau mengalah dan menyerahkan kekuasaan
kepada Muawiyah menyebabkan 2 pasukan besar: dari Iraq dan pasukan dari Syam
berdamai dan tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Nabi shollallaahu ‘alaihi
wasallam meninggal, al-Hasan bin Ali masih berumur 7 tahun.
Dari hadits yang diriwatkan Al Hasan ini dapat diambil beberapa hikmah
antara lain:
1.
Meninggalkan
hal-hal yang masih samar kehalalannya
Hadits ini merupakan dalil yang memberikan panduan bagi muslim untuk
meninggalkan hal-hal yang masih samar (syubhat) dan meragukan. Sebagai contoh,
jika ada suatu makanan atau harta yang kita ragu kehalalannya, maka
tinggalkanlah, hingga kita yakin akan halalnya.
Semakna dengan hadits:
Barangsiapa yang menjaga diri dari syubuhat, maka ia telah membersihkan
agama dan kehormatannya (H.R alBukhari)
2.
Keyakinan dalam
Berbuat dan Kelapangan Jiwa
Seorang muslim membangun keyakinan dalam hatinya ketika berbuat. Karena
itu, ia kokohkan ilmunya sebelum berbuat, sebab ilmu adalah landasan amal. Jika
ada yang tidak ia pahami, ia tanyakan kepada orang yang berilmu sehingga ia
mantap untuk beramal di atas keyakinan. Semakin bertambah keilmuan seseorang,
semakin berkurang jumlah hal-hal yang meragukannya dalam syariat.
Ia juga tidak mau larut pada kasak-kusuk maupun isu yang tidak jelas
jika ada saudaranya yang dicurigai. Ia akan melakukan tabayyun secara beradab
hingga ia mendapat kepastian dan keyakinan dalam berbuat. Segala bentuk
keraguan ia tinggalkan.
Ia akan berusaha bersikap jujur dan menjauhi kedustaan, karena kejujuran
akan mewariskan ketenangan, sedangkan kedustaan menghasilkan kebimbangan dan
ketidaktenangan.
Sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan dusta adalah keraguan (H.R
atTirmidzi, lanjutan potongan hadits al-Hasan di atas).
Jika ia ragu pada sebuah pilihan, ia akan bermusyawarah dengan orang
yang ahli dan sholih kemudian beristikharah kepada Allah.
Penyebab kegalauan hati dan kebimbangan yang utama adalah kesyirikan.
Seorang yang syirik, akan terombang-ambing dalam ketakutan dan ketenangan yang
semu. Ketakutannya akan semakin menjadi-jadi ketika ia semakin bergantung
kepada selain Allah.
Sebagai contoh, seorang yang minta tolong kepada Jin, maka ikatannya
akan semakin kuat dan bertambah kuat. Semakin bergantung kepada pertolongan jin
itu, semakin bertambah dosa dan ketakutannya
Dan bahwasanya ada beberapa manusia laki-laki meminta perlindungan
kepada laki-laki Jin sehingga menambah kepada mereka ketakutan (Q.S al-Jin: 6)
Demikian juga orang yang menggunakan jimat, semakin bergantung pada jimat
tersebut, semakin tidak tenang jiwanya
Barangsiapa yang menggantungkan jimat, semoga Allah tidak menyempurnakan
keinginannya, barangsiapa yang menggantungkan wada’ah (sejenis jimat), semoga
Allah tidak memberikan ketenangan padanya (H.R Ahmad, dishahihkan al-Hakim dan
disepakati oleh adz-Dzahaby, al-Haitsamy menyatakan bahwa perawi-perawinya
adalah terpercaya, al-Munawi menyatakan bahwa sanadnya shahih)
Oleh karenanya orang yang tidak beriman penuh dengan keragu-raguan dalam
jiwanya. Sebagaimana firman Allah SWT:
Sesungguhnya yang akan meminta idzin kepadamu hanyalah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena
itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya (Q.S atTaubah:45)
3.
Kaidah Fiqh:
Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan dengan Keraguan
Salah satu kaidah fiqh yang dibangun dari dalil-dalil al-Quran dan
hadits adalah : al-yaqiinu laa yuzaalu bisy-syak (keyakinan tidak bisa
dihilangkan dengan keraguan). Hadits ini adalah salah satu dari sekian banyak
dalil yang mendasari kaidah tersebut, untuk meninggalkan keraguan menuju hal
yang meyakinkan.
Sebagai contoh, jika seseorang ragu apakah ia sudah berwudhu’ lagi atau
belum setelah sebelumnya batal, maka yang dijadikan patokan adalah kepastian
bahwa ia sudah batal. Yang meragukan adalah berwudhu’ lagi. Keraguan tersebut
tidak diperhitungkan. Maka ia harus berwudhu’ lagi.
Sebaliknya, dalam kasus yang lain: jika ia ragu apakah sudah batal
wudhu’ atau belum, maka yang diambil adalah keyakinan bahwa ia masih suci. Batalnya
wudhu’ berdasarkan keraguan. Maka persangkaan batal wudhu’ itu hendaknya
ditinggalkan, karena berdasar keraguan. Ia tidak wajib berwudhu’ lagi kecuali
jika ia ingin berwudhu’ untuk mendapatkan keutamaan, karena tidaklah seorang
berwudhu’, kecuali akan berjatuhan dosa-dosanya ketika air wudhu’ berjatuhan
dari jari jemarinya.
Wallahua’lam bi showwabdimuat di buletin BM Barokah Edisi 16 April 2016
LAPORAN KEUANGAN BM BAROKAH Februari 2016
Selasa, 22 Maret 2016
Label:
Baitul Mal,
Laporan,
Sedekah
I. PENERIMAAN INFAQ | |
1. Saldo Bulan Januari 2015 | Rp. 300.300 |
2. Donatur BM Barokah Februari 2015 | |
Kotak Infaq Tarjamah Lafdziyah | Rp. 95.000 |
- Kotak Infaq Ibu Hj Suparno / Kurnia | Rp. 114.200 |
- Kotak Infaq Ibu Tarno | Rp. 46.200 |
- Kotak Infaq Gunawan Laundry | Rp. 51.200 |
- Kotak Infaq Hik Bp. Paridi | Rp. 68.500 |
- Kotak Infaq Siti Busroniah (Alm) | Rp. 50.000 |
- Kotak Infaq Ibu Indri (DD) | Rp. 56.500 |
- Kotak Infaq Bidan Sri Hartini | Rp. 62.500 |
- Kotak Infaq Bidan Sarni | Rp. 30.000 |
- Kotak infaq kajian Aqidah | Rp. 234.900 |
Sisa Pengadaan Makalah Kajian Aqidah | Rp. 88.000 |
Pengembalian Dana Santunan Dhuafa' | Rp. 30.000 |
Subsidi Masjid Barokah | Rp. 100.000 |
Jumlah Penerimaan Infaq Bulan Februari | Rp. 1.327.300 |
II. PENYALURAN INFAQ | |
1. Santunan Pendidikan | Rp. 200.000 |
2. Santunan Dhuafa’ Fakir Miskin | Rp. 350.000 |
3. Jamkesbal Bulan Februari | Rp. 60.000 |
4. Mukafa’ah Ust Kajian Tarjamah | Rp. 150.000 |
5. Mukafa’ah Ust Kajian Aqidah | Rp. 300.000 |
6. Buletin BM Barokah Edisi Februari | Rp. 100.000 |
7. Amil | Rp. 100.000 |
Jumlah Penyaluran Infaq Bulan Februari | Rp. 1.260.000 |
Saldo Infaq Bulan Februari | Rp. 67.300 |
III. PENERIMAAN ZAKAT | |
1. Saldo Zakat Mal Bulan Januari 2015 | Rp. 14.000 |
2. Penerimaan Zakat Bulan Februari: | |
Ibu Devi | Rp. 50.000 |
Saldo Zakat Bulan Februari | Rp. 64.000 |
V. DANA TALANGAN | |
1. Alokasi Dana Talangan | Rp. 3.000.000 |
2. Dana Talangan Keluar Bulan Februari | Rp. 2.275.000 |
3. Pemutihan Hutang | Rp. 300.000 |
Saldo Dana Talangan | Rp. 425.000 |
SYARAH HADITS ARBAIN KE-10 PERINTAH MAKAN YANG HALAL DAN MENJAUHI YANG HARAM
Label:
Baitul Mal,
Buletin,
Hadits
Diriwayatkan dari Abu Hurayrah r.a ia berkata, bahwa Rasulullah Saw
bersabda : “Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik
saja. Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti apa yang Dia
perintahkan kepada Para Rasul. Allah berfirman : Hai Rasul-rasul! Makanlah
sebagian dari yang baik-baik dan berbuatlah amal yang baik. (surat al-Mukminun
: 51) dan Allah berfirman : “Hai orang-orang beriman. Makanlah makanan yang
baik yang Kami berikan kepada kalian.” (al-Baqarah : 172) Lalu Rasulullah
bercerita tentang seorang lelaki yang menempuh perjalanan jauh, hingga
rambutnya kusut dan kotor, iapun menadahkan kedua tangannya ke langit (sambil
berseru) ‘Ya Rob. Ya Rob’ sementara makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya haram, dan ia kenyang dengan barang haram. Bagaimana mungkin doanya
dikabulkan?” (HR. Muslim dalam “Shahih”nya).
Syarah
(Penjelasan)
Allah hanya
menerima amal yang baik
Dari Hadits di atas, kita dapat fahami bahwa tak semua amal yang
dilakukan oleh manusia, diterima oleh Allah Swt. Jadi setiap orang yang beramal
seharusnya juga memperhatikan hal ini. Di dalam hadits di atas Rasulullah Saw
menegaskan mana amal yang diterima Allah itu, yaitu hanya amal yang baik dan
yang bersih saja. Sedangkan amal yang tidak baik dan bercampur dengan hal-hal
yang haram dan kotor, dipastikan amal itu tidak akan diterima oleh Allah.
Lalu apakah amal yang baik? Amal yang baik bisa berupa ucapan atau
perbuatan. Ucapan yang diterima oleh Allah ialah zikrullah, tilawatul Qur’an,
nasehat dan ucapan yang mengajak orang ke jalan Allah. Bukan sebaliknya ucapan
kotor, dan menyebarluaskan kesesatan dan pikiran-pikiran yang bertentangan
dengan dien Islam. Bukankah banyak ucapan/perkataan orang, baik disampaikan
melalui obrolan, ceramah, diskusi, orasi yang tidak sejalan dengan ajaran
Islam? Maka ucapan semacam ini tidak akan diterima oleh Allah. Jadi pembicaraan
itu akan menjadi sia-sia belaka dan orang Mukmin selalu menghaindar dari
perilaku sia-sia, termasuk di dalamnya lawak lucu-lucu yang mengundang orang
untuk tertawa. Perhatikan firman Allah Swt dalam Surat Fathir : “KepadaNya lah
naik (disambut) perkataan-perkataan baik, dan amal yang saleh dinaikkanNya.
(Fathir : 10).
Sedangkan amal perbuatan yang diterima oleh Allah adalah amal yang
bersih dari segala yang mengotorinya seperti syirik, riya’ dan ‘ujub. Di
samping amal itu tidak bercampur dengan benda lain yang haram.
Makanan yang Halal
Di dalam hadits di atas dengan jelas Rasulullah menekankan agar orang
mukmin menghindari dan menjauhi makanan haram. Makanan haram, bisa jadi karena
dua hal : 1. Benda yang dimakan itu sendiri adalah benda yang diharamkan
seperti babi dan unsur-unsurnya, 2. Uang yang dikonsumsi adalah uang haram,
karena diperolah dari sumber yang haram. Sungguh memprihatinkan keadaan
sebagian umat Islam di negeri Muslim yang tidak peduli dengan mata
pencahariannya dan uang yang diperolehnya. Mereka hidup dari yang haram.
Sebagian dari merampas dan memeras uang rakyat. Sebagian hidup dari
mempertontonkan aurat dan tubuhnya di depan public, bahkan menjual
kehormatannya asal mendapatkan imbalan uang yang banyak. Sebagian dari
transaksi bisnis yang tidak halal karena menggunakan uang riba, hasil tipuan,
curang dan lainnya. Dari sumber itulah mereka hidup dan menghidupi keluarganya,
bagaimana mungkin doa mereka dikabulkan oleh Allah ?
Doa-doa yang
diijabah oleh Allah
Dalam hadits di atas disinggung juga soal doa. Pada dasarnya setiap
hamba Allah wajib memanjatkan doa kepada Allah agar ia senantiasa berada dalam
lindungan dan pemeliharaan Allah Swt. Demikian juga untuk menutup segala
kebutuhannya. Namun untuk berdoa seharusnya diperhatikan pula berbagai
persoalan yang terkait dengan doa, seperti apa saja yang membuat doa agar
diijabah oleh Allah Swt.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah, disebutkan
sabda Rasul Saw bahwa ada tiga doa yang dikabulkan oleh Allah Swt yaitu : 1.
do’a orang yang sedang musafir. 2. Doa orang yang terzalimi. 3. Doa orang tua
terhadap anaknya.
Begitu juga sebaliknya, ada hal-hal yang membuat doa seseorang terhalang
dan tidak terkabul. Doa siapakah itu? Yaitu doa orang yang disebutkan di dalam
hadits di atas.; do’a orang yang sumber kehidupannya berasal dari yang haram.
Sabda Nabi : “Makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, perutnya kenyang
dari yang haram. Bagaimana mungkin do’anya terkabul?” Kenapa demikian? Karena
pekerjaan yang memberikan hasil kepadanya adalah pekerjaan haram. Di sinilah
setiap orang harus melakukan introspeksi, apakah pekerjaannya sekarang termasuk
yang halal atau justru yang haram. Semua ini memerlukan kejujuran. Dan semua
harus diukur dengan timbangan syari’at Islam dan ditanyakan kepada yang
ahlinya.yang jujur. Apabila ternyata pekerjaan itu tergolong pekerjaan yang
diharamkan, maka seharusnya seorang Muslim tidak ragu-ragu melepaskannya dan
mencari pekerjaan lain yang halal, kendatipun hasilnya lebih kecil dari yang
ada sebelumnya. Yang harus dijadikan standar adalah kualitas pencaharian (HALAL
HARAM), bukan jumlah yang dihasilkan (besar).
Wallahua’lam bi showwab
*Sumber: hasanalbanna.com pernah dimuat di Buletin BM Barokah Edisi 15 Tahun 2016
SYARAH HADITS ARBAIN KE-9 Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan
Label:
Baitul Mal,
Buletin,
Hadits
Diriwayatkan dari
Abu Hurayrah R.a, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : “Apa yang
kularang pada kalian, maka jauhilah perbuatan itu , dan apa kuperintahkan
kepada kamu, laksanakanlah sesuai kemampuanmu. Sungguh kehancuran orang-orang
sebelum kamu dahulu, adalah disebabkan karena banyaknya pertanyaan mereka dan
menyalahi (membantah) nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhary dan Muslim)
Latar Belakang Munculnya Hadits :
Hadits ini
mempunyai latar belakang kemunculannya. Dalam beberapa versi riwayat, seperti
riwayat Muhammad Ibn Ziyad dari Abu Hurayrah, Ra, disebutkan, bahwa Rasul
pernah berkhotbah yang isinya menerangkan bahwa Allah Swt mewajibkan haji
kepada orang-orang Mukmin, oleh karenanya kewajiban ini harus dilaksanakan.
Tiba-tiba seseorang bertanya, apakah haji dilaksanakan setiap tahun? Namun Nabi
diam, tidak menjawab. Hingga orang tersebut mengulangi pertanyaannya tiga kali.
Kemudian Rasul menjawab: “Kalau saya katakana ‘ya’, niscaya ia akan menjadi
(setiap tahun) dan kalian tidak akan sanggup. Kemudian Rasul melanjutkan
ucapannya: “Cukupkan apa yang saya tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya
kehancuran orang sebelum kamu dahulu, adalah karena banyak bertanya dan
menyalahi (petunjuk) Nabi-nabi mereka. Bila kuperintahkan kalian untuk
melakukan sesuatu, maka laksanakanlah menurut kadar kemampuanmu. Tetapi bila
kularang dari suatu perbuatan, maka tinggalkanlah sepenuhnya.”
Dalam suatu
riwayat dikatakan, maka turunlah ayat al-Qur’an dalam surat al-Ma’idah 101:
“Hai orang-orang
beriman! Jangan kamu bertanya tentang berbagai masalah, karena jika dinyatakan
(jawabannya) kepada kamu, niscaya akan menyusahkan kamu.”
Penjelasan Hadits:
Hadits ini
mengandung beberapa pengajaran, di antaranya:
1. Sikap seorang Muslim terhadap perintah dan larangan dien/syari’at
(agama).
Ada perbedaan sikap antara perintah dan
larangan. Bila ada perintah dari Allah atau RasulNya, yang bersifat umum, tanpa
penjelasan rincian, maka sikap Muslim adalah menjalankan perintah itu sesuai
kemampuannya. Umpamanya, ada perintah melaksanakan Haji. Perintah itu tidak
menentukan agar dilaksanakan setiap tahun atau berapa tahun sekali, maka
seharusnya perintah itu tidak perlu ditanyakan rinciannya. Apabila dipenuhi
pelaksanaannya menurut kemampuan seseorang (walau sekali), berarti perintah itu
sudah dilaksanakan.
Berbeda halnya
dengan larangan. Bila dien/syari’at melarang sesuatu, maka perbuatan itu harus
ditinggalkan sepenuhnya, bahkan harus dijauhi. Umpamanya zina diharamkan. Maka
perbuatan zina harus dijauhi dalam segala bentuknya, seperti berduaan tanpa
mahram, mengunjungi tempat-tempat maksiyat, menonton film yang dapat merangsang
nafsu, berpacaran, dan sejenisnya.
Akan tetapi bila
sebuah kewajiban itu diterangkan dengan rinci, maka tidak dapat dilaksanakan
sebatas kemampuan, melainkan harus dipenuhi standar yang diminta. Umpamanya
kewajiban Shalat lima waktu. Kewajiban ini tidak dapat ditawar menjadi tiga
kali shalat saja. Begitu juga kewajiban berpuasa Ramadhan sebulan penuh, tidak
bisa ditawar menjadi setengah bulan, atau seminggu saja, dengan alasan sebatas
kemampuan. Akan tetapi ia harus dilaksanakan sesuai dengan standar aturannya.
Begitu juga lama (durasi)nya, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari,
tidak dapat ditawar agar kurang dari waktu itu, karena alasan kemampuan,
padahal orang tersebut normal.
Kondisi tidak normal
Memang ada kalanya
dalam pelaksanaan Ibadah, batas kemampuan sangat diperhatikan, yaitu bila
terjadi keadaan tidak normal, seperti kesehatan, atau keadaan sulit dalam
perjalanan. Hal ini didasarkan pada kaidah umum dalam Syari’at Islam yaitu
‘mudah’ dan ‘ringan’. Kaidah ini bersumber dari ayat al-Qur’an :
“Allah tidak
membuat kamu menjadi sulit dalam (melaksanakan) dien.(agama)”.(al-Hajj 78).
Tampak sekali
penerapan kaidah tersebut dalam pelaksanaan ibadah. Seperti keharusan berwudhu’
ketika hendak shalat. Apabila seseorang kesulitan mendapatkan air, atau air
tersedia tetapi tidak dapat dipakai karena factor kesehatan, maka berdasarkan
hukum syari’at, boleh menggunakan tanah atau debu (tayammum) sebagai pengganti
wudhu’, Setelah bertayammum, seseorang melaksanakan shalat seperti biasa.
Begitu juga dalam
pelaksanaan shalat itu sendiri. Bila seseorang tidak dapat berdiri, karena
sakit, maka ia boleh sahalat dalam posisi duduk, bahkan kalau tidak mampu
duduk, boleh berbaring. Bukankah ini keringanan syari’at karena
mempertimbangkan keadaan pribadi seseorang.
Demikian pula
dalam hal puasa. Bila seseorang berada dalam perjalanan ke luar kota (musafir),
maka ia memperoleh keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi wajib mengulanginya
pada hari-hari lain setelah Ramadhan sebanyak hari yang ditinggalkannya.
2. Masalah pertanyaan termasuk tema sentral yang diterangkan di dalam
hadits di atas.
Tidak bisa
dipungkiri, bahwa dien ini (Islam) adalah dien yang sarat dengan ilmu pengetahuan.
Sedangkan salah satu kunci untuk memperoleh ilmu adalah dengan bertanya.
Sementara isi hadits di atas, larangan untuk banyak bertanya. Apakah di sana
terdapat pertentangan? Jawabannya: “tidak”.
Bila kita
perhatikan watak (karakter) sebuah pertanyaan, terdapat berbagai jenis
pertanyaan. Ada pertanyaan yang wajar dan bahkan harus dimunculkan. Seseorang
tidak boleh membiarkan dirinya dalam keadaan tidak tahu (jahil) terhadap dien
ini. Ia harus bertanya kepada ahlinya, jika ada yang tidak diketahuinya. Tetapi
ada sebagian pertanyaan yang masih jauh kemungkinan terjadinya, atau dalam
kondisi normal tidak terjadi. Umpamanya bagaimana cara shalat di bulan, ke arah
mana menghadap? Atau seekor kambing melahirkan babi dalam kandungannya, apakah
halal atau haram? Pertanyaan ini tak perlu ditanyakan, karena tidak ada
perlunya.
Ada lagi sebagian
orang bertanya dalam masalah hukum, tujuannya bukan ingin mengetahui kebenaran,
tetapi mencari jawaban yang sesuai dengan seleranya. Contohnya, orang yang
bertanya mengenai hukum berjilbab bagi perempuan. Pertanyaan itu berulang kali
ia tanyakan kepada sejumlah ahli, namun semua ahli mengatakan, berjilbab
hukumnya wajib. Ketika ia berjumpa dengan orang yang mengatakan berjilbab
hukumnya tidak wajib, iapun merasa senang dan mendukung, karena ia mendapatkan
jawaban yang sesuai menurut seleranya, bukan menurut kebenaran. Begitu juga
pertanyaan tentang larangan agama mengikuti perayaan Valenstine’s Day
sebagaimana orang-orang kafir melakukannya. Di banyak kesempatan banyak bertanya
tentang hukum terkait itu dengan harapan ada jawaban yang membolehkan. Maka
pertanyaan untuk mencari jawaban sesuai selera semacam ini termasuk sesuatu
yang tercela dan harus dijauhi.
Jadi seorang
Muslim ketika bertanya, hendaknya menyiapkan dirinya menerima jawaban atas
pertanyaannya selama jawaban itu didukung oleh dalil.
Abu Hurayrah
berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Allah Swt menyukai kamu tiga perkara dan
membenci dari kamu tiga perkara pula; Allah suka kalau kamu menyembahNya dan
tidak menyekutukan Dia dengan sesuatupun, dan berpegang teguh dengan tali Allah
seluruhnya serta tidak berpecah belah. Dia benci dari kamu kata si A, kata si
B, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” (HR Muslim). Wallahua’lam bi
showwab
*sumber: hasanalbanna.com pernah dimuat di Buletin Baitul Mal Edisi 14 Tahun 2016
Langganan:
Postingan (Atom)